Toshinobu Kubota, yang biasa dipanggil Shinji mengucapkan selamat
tinggal kepada keluarganya di negerinya yang lama untuk mencari hidup
yang lebih baik di Amerika. Ayahnya memberinya uang simpanan keluarga
yang disembunyikan di dalam kantong kulit.
“Di sini keadaan sulit,” katanya sambil memeluk putranya dan mengucapkan
selamat tinggal. “Kau adalah harapan kami.” Shinji naik ke kapal lintas
Atlantik yang menawarkan transport gratis bagi pemuda-pemuda yang mau
bekerja sebagai penyekop batubara sebagai imbalan ongkos pelayaran
selama sebulan. Kalau Shinji menemukan emas di Pegunungan Colorado,
keluarganya akan menyusul.
Berbulan-bulan Shinji mengolah tanahnya tanpa kenal lelah. Urat emas
yang tidak besar memberinya penghasilan yang pas-pasan namun teratur.
Setiap hari ketika pulang ke pondoknya yang terdiri atas dua kamar,
Shinji merindukan dan sangat ingin disambut oleh wanita yang
dicintainya. Satu-satunya yang disesalinya ketika menerima tawaran untuk
mengadu nasib ke Amerika adalah terpaksa meninggalkan Asaka Matsutoya
sebelum secara resmi punya kesempatan mendekati gadis itu. Sepanjang
ingatannya, keluarga mereka sudah lama berteman dan selama itu pula
diam-diam dia berharap bisa memperistri Asaka.
Rambut Asaka yang ikal panjang dan senyumnya yang menawan membuatnya
menjadi putri Keluarga Yoshinori Matsutoya yang paling cantik. Shinji
baru sempat duduk di sampingnya dalam acara perayaan pesta bunga dan
mengarang alasan-alasan konyol untuk singgah di rumah gadis itu agar
bisa betemu dengannya. Setiap malam sebelum tidur di kabinnya, Shinji
ingin sekali membelai rambut Asaka yang pirang kemerahan dan memeluk
gadis itu. Akhirnya, dia menyurati ayahnya, meminta bantuannya untuk
mewujudkan impiannya.
Kira-kira setahun kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan rencana
untuk membuat hidup Shinji menjadi lengkap. Pak Yoshinori Matsutoya akan
mengirimkan putrinya kepada Shinji di Amerika. Putrinya itu suka
bekerja keras dan punya intuisi bisnis. Dia akan bekerja sama dengan
Shinji selama setahun dan membantunya mengembangkan bisnis penambangan
emas. Diharapkan, setelah setahun itu keluarganya akan mampu datang ke
Amerika untuk menghadiri pernikahan mereka.
Hati Shinji sangat bahagia. Dia menghabiskan satu bulan berikutnya untuk
mengubah pondoknya menjadi tempat tinggal yang nyaman. Dia membeli
ranjang sederhana untuk tempat tidurnya di ruang duduk dan menata bekas
tempat tidurnya agar pantas untuk seorang wanita. Gorden dari bekas
karung goni yang menutupi kotornya jendela diganti dengan kain bermotif
bunga dari bekas karung terigu. Di meja samping tempat tidur dia
meletakkan wadah kaleng berisi bunga-bunga kering yang dipetiknya di
padang rumput.
Akhirnya, tibalah hari yang sudah dinanti-nantikannya sepanjang hidup.
Dengan tangan membawa seikat bunga daisy segar yang baru dipetik, dia
pergi ke stasiun kereta api. Asap mengepul dan roda-roda berderit ketika
kereta api mendekat lalu berhenti. Shinji melihat setiap jendela,
mencari senyum dan rambut ikal Asaka. Jantungnya berdebar kencang penuh
harap, kemudian tersentak karena kecewa. Bukan Asaka, tetapi Yumi
Matsutoya kakaknya, yang turun dari kereta api. Gadis itu berdiri
malu-malu di depannya, matanya menunduk. Shinji hanya bisa
memandang terpana. Kemudian, dengan tangan gemetar diulurkannya buket
bunga itu kepada Yumi. “Selamat datang,” katanya lirih, matanya menatap
nanar.
Senyum tipis menghias wajah Yumi yang tidak cantik. “Aku senang ketika
Ayah mengatakan kau ingin aku datang ke sini,” kata Yumi, sambil sekilas
memandang mata Shinji sebelum cepat-cepat menunduk lagi. “Aku akan
mengurus bawaanmu,” kata Shinji dengan senyum terpaksa. Bersama-sama
mereka berjalan ke kereta kuda. Pak Matsutoya dan ayahnya benar. Yumi
memang punya intuisi bisnis yang hebat. Sementara Shinji bekerja di
tambang, dia bekerja di kantor. Di meja sederhana di sudut ruang duduk,
dengan cermat Yumi mencatat semua kegiatan di tambang. Dalam waktu 6
bulan, asset mereka telah berlipat dua. Masakannya yang lezat dan
senyumnya yang tenang menghiasi pondok itu dengan sentuhan ajaib seorang
wanita.
Tetapi bukan wanita ini yang kuinginkan, keluh Shinji dalam hati, setiap
malam sebelum tidur kecapekan di ruang duduk. Mengapa mereka mengirim
Yumi? Akankah dia bisa bertemu lagi dengan Asaka? Apakah impian lamanya
untuk memperistri Asaka harus dilupakannya? Setahun lamanya Yumi dan
Shinji bekerja, bermain, dan tertawa bersama, tetapi tak pernah ada
ungkapan cinta.
Pernah sekali, Yumi mencium pipi Shinji sebelum masuk ke kamarnya. Pria
itu hanya tersenyum canggung. Sejak itu, kelihatannya Yumi cukup puas
dengan jalan-jalan berdua menjelajahi pegunungan atau dengan mengobrol
di beranda setelah makan malam. Pada suatu sore di musim semi, hujan
deras mengguyur punggung bukit, membuat jalan masuk ke tambang mereka
longsor. Dengan kesal Shinji mengisi karung-karung pasir dan
meletakkannya sedemikan rupa untuk membelokkan arus air. Badannya lelah
dan basah kuyup, tetapi tampaknya usahanya sia-sia. Tiba-tiba Yumi
muncul di sampingnya, memegangi karung goni yang terbuka. Shinji
menyekop dan memasukkan pasir kedalamnya, kemudian dengan tenaga sekuat
lelaki, Yumi melemparkan karung itu ke tumpukan lalu membuka karung
lainnya. Berjam-jam mereka bekerja dengan kaki terbenam lumpur setinggi
lutut, sampai hujan reda. Dengan berpegangan tangan mereka berjalan
pulang ke pondok.
Sambil menikmati sup panas, Shinji mendesah, “Aku takkan dapat
menyelamatkan tambang itu tanpa dirimu. Terima kasih, Yumi.”
“Sama-sama,” gadis itu menjawab sambil tersenyum tenang seperti biasa,
lalu tanpa berkata-kata dia masuk ke kamarnya.
Beberapa hari kemudian, sebuah telegram datang mengabarkan bahwa
Keluarga Matsutoya dan Keluarga Kubota akan tiba minggu berikutnya.
Meskipun berusaha keras menutup-nutupinya, jantung Shinji kembali
berdebar-debar seperti dulu karena harapan akan bertemu lagi dengan
Asaka. Dia dan Yumi pergi ke stasiun kereta api. Mereka melihat keluarga
mereka turun dari kereta api di ujung peron.
Ketika Asaka muncul, Yumi menoleh kepada Shinji. “Sambutlah dia,”
katanya. Dengan kaget, Shinji berkata tergagap, “Apa maksudmu?” “Shinji,
sudah lama aku tahu bahwa aku bukan putri Matsutoya yang kau inginkan.
Aku memperhatikan bagaimana kau bercanda dengan Asaka dalam acara
Perayaan pesta bunga lalu.” Dia mengangguk ke arah adiknya yang sedang
menuruni tangga kereta. “Aku tahu bahwa dia, bukan aku, yang kauinginkan
menjadi istrimu.”
“Tapi…” Yumi meletakkan jarinya pada bibir Shinji. “Ssstt,” bisiknya.
“Aku mencintaimu, Shinji. Aku selalu mencintaimu. Karena itu, yang
kuinginkan hanya melihatmu bahagia. Sambutlah adikku.” Shinji mengambil
tangan yumi dari wajahnya dan menggenggamnya. Ketika Yumi menengadah,
untuk pertama kalinya Shinji melihat betapa cantiknya gadis itu. Dia
ingat ketika mereka berjalan-jalan di padang rumput, ingat malam-malam
tenang yang mereka nikmati di depan perapian, ingat ketika Yumi
membantunya mengisi karung-karung pasir. Ketika itulah dia menyadari apa
yang sebenarnya selama berbulan-bulan telah tidak diketahuinya.
“Tidak, Yumi. Engkaulah yang kuinginkan.” Shinji merengkuh gadis itu ke
dalam pelukannya dan mengecupnya dengan cinta yg tiba-tiba membuncah di
dalam
kisah diambil dari: http://cerita-bijak-motivasi.blogspot.com/2011/12/lesson-of-love.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar